Rabu, 08 November 2017

MULAI TERBIASA

Tak ada pesan. Tak ada panggilan masuk. Bahkan aku pun lupa bagaimana suara nada deringku sendiri. Malamku yang penuh dengan cerita, perlahan menghilang oleh keadaan. Memang aku orang yang kurang pandai bersosialisasi. Tapi saat bersamamu aku seperti mendapatkan kepercayaan diri dimanapun, jika itu denganmu. Namun setelah kamu pergi, aku bagaikan ditinggalkan oleh sekumpulan orang di suatu tempat. Hingga menyisakan aku sendiri dalam kesepian.


Kamu selayaknya makanan pokok bagiku. Yang membuatku kuat menjalani rutinitasku. Tak pernah terbayang olehku jika aku tanpa kamu. Tapi, kini semua bukan cuma bayang-bayang lagi. Kini aku telah kehilangan separuh kekuatan dalam diriku. Kamu pergi dari hidupku dengan alasan yang tidak normal. Kamu bilang kita tidak cocok lagi.


Bagaimana bisa kamu menyimpulkan kata itu dengan mudahnya? Kita sudah saling mengenal diri masing-masing. Tahu dengan sifat satu sama lain. Sering berbagi, dan selalu bersama diwaktu senggang. Dimana kata tidak cocok itu muncul dikeseharian kita? Tidak mungkin kamu memutar balikkan hatimu dalam semalam. Entah bagaimana kamu merubah cocok menjadi tidak cocok. Tapi aku tahu, itu terlintas dari emosi kamu sesaat hingga kamu lepas kendali dan mengakhiri hubungan.


Waktu berlalu sejak saat itu, aku merasa hari-hariku tidak semenyenangkan saat bersamamu. Aku menjalani hidup yang biasa meski tak ada lagi yang menyemangatiku. Sesekali aku melihat tulisan dalam postingan akun sosial mediamu. Kamu tampak galau akhir-akhir ini. Kamu seperti menyesal dengan keputusanmu dahulu. Melepaskan aku dengan mudah, dengan sekali ucap. Kini kamu baru merasakan apa yang aku rasa ketika baru kamu tinggal. Tapi maaf, aku sudah mulai terbiasa tanpamu.

Sabtu, 14 Oktober 2017

AKU DAN KEBODOHAN

Aku menyesal ketika kamu bilang aku yang bukan seperti diriku. Aku yang tambah perhatian, aku yang tambah mengerti, aku yang tambah merindu. Kamu bilang ini berlebihan. Apakah memberi sebuah perhatian lebih adalah sebuah kejahatan? Tentu saja tidak. Tapi inilah caraku untuk mendapatkan suatu keinginan. Sesuatu yang kita sebut sebagai perasaan.


Bukankah selama ini kita baik baik saja? Tapi kenapa setelah aku menyatakan perasaanku kamu malah berubah. menghindar seolah aku adalah masalah. Seolah kita tak pernah berbagi kisah. Tak ingatkah kamu, padahal kita selalu saling menyemangati ketika berkeluh kesah.


Ketika kamu senang kita berkawan. Tapi hatiku menginginkan kita lebih dari sekedar teman. Bukan maksud aku merusak keadaan. Tapi tak mengertikah kamu, inilah perasaan. Aku pernah mencoba menahan rasa. Tapi gagal ketika kamu selalu menampakan bahagia. Dan membuat diriku seolah merusak segalanya yang pernah kita lakukan bersama.


Pernahkah terfikir untuk melepaskan ikan mas ke lautan agar ia bebas? Itu adalah kebodohan. Kebodohan karena memaksakan tanpa kesadaran. Selayaknya bertindak seolah hanya aku yg memiliki perasaan. Kemudian melupakan kamu yang tak punya niatan untuk memiliki hubungan yang lebih dari sekedar teman.


Kini yang tersisa hanya jarak. Jarak antara hatiku dan prinsipmu. Kita tak selayaknya kita. Yang pernah berbagi cerita dalam suka maupun duka. Seperti lupa apa yang pernah kita dulu lakukan bersama. Dan menjadi kita yang sekarang seolah tak saling tahu apa-apa.

Selasa, 10 Oktober 2017

PENGHIANATAN

Aku tahu ini sudah lama terjadi. Dan aku pun tahu kamu bahkan tak akan kenal lagi siapa aku. Ini bukan perkara siapa yang tidak bisa melupakan. Tapi ini tentang siapa yang tidak ingin dilupakan. Andai saja dulu kamu tak membuat dosa, andai saja dulu kamu tak berpaling, andai saja dulu kamu tak mendua. Mungkin saat ini kita sedang saling berbagi cerita. Entah sudah jadi apa kita sekarang.



Tertawa, sedih, kecewa, itu pernah kita rasakan sebelum kamu beri rasa kecewa yg amat dalam dan tak berdasar. Aku melepas bukan aku membenci, tapi aku ingin kamu dengan dia yg memberimu bahagia lebih. Aku ingin lepas dari perbandingan antara dia dan aku. Bukan maksudku untuk menyerah waktu itu, tapi aku lebih memilih pergi dibanding berada dalam kebingunganmu.


Apakah kamu tahu rasanya bagaimana membuat senang hati orang tua dengan mendatangkan seseorang yang mencintai anaknya, malah berbalik menyakitinya? Beruntungnya kamu, orang tua ku tak pernah marah padamu. Tapi aku yang malu telah memperkenalkan orang yang salah pada mereka.



Ketika kesedihan menyelimuti, kenapa rasa kesal yang malah lebih mendominasi? Mungkin inikah rasanya saat ingin memeluk api tapi yang kau dapatkan malah terbakar. Tindakan mendua memang tidak akan surut dengan kata maaf. Hei, bukankah Tuhan pun akan marah jika diduakan? Bagaimana dengan aku yang makhluk tak bernilai ini?


Hembusan angin, jalan raya, partikel hujan, hingga bintang-bintang pun pernah jadi saksi betapa kita pernah saling memberikan kebahagian. Tapi ternyata semesta salah melihat. Mereka terkecoh dengan senyuman yang berbisa. Itu bukan senyuman yang bisa kalian bagikan kepada siapa pun. Itu hanya sebuah isyarat. Isyarat kebohongan. Kebohongan nyata.